Pada tanggal 11 September 2019 lalu, Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya, B. J. Habibie. Pak Habibie, yang merupakan Presiden ke-3 Republik Indonesia, menjadi kepala negara Indonesia pertama pasca turunnya Presiden Suharto tahun 1998, yang sudah memimpin Indonesia selama lebih dari 30 tahun.
Bagi sebagian kalangan, ketika mendengar nama Pak Habibie, mungkin yang pertama kali terlintas di pikiran kita adalah pesawat terbang. Tidak bisa dipungkiri bahwa, Pak Habibie merupakan salah satu pionir terpenting dari industri penerbangan yang ada di Indonesia.
Setelah mengenyam pendidikan teknik di Jerman, Pak Habibie kembali ke Indonesia dan menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi pada tahun 1978. Salah satu warisan terbesar Pak Habibie di bidang teknologi dirgantara Indonesia adalah pesawat N-250 yang diluncurkan oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada tahun 1995.
Tetapi, selain karier dan pencapaian yang cemerlang di bidang Pak Habibie, warisan politik beliau juga sangat luar biasa. Sebagai Presiden ke-3 Indonesia, Pak Habibie memberlakukan serangkaian reformasi kebijakan, seperti memperluas kebebasan pers, kebebasan politik, dan penguatan penegakan Hak Asasi Manusia, yang sampai hari ini dampaknya bisa kita nikmati dan kita rasakan.
Terkait dengan hal tersebut, ini lah yang menjadi topik bahasan dari buku “Habibie: Totalitas Sang Teknosof”, yang ditulis oleh A. Makmur Makka. Buku yang diterbitkan oleh Tiga Serangkai pada tahun 2018 ini menceritakan mengenai pengalaman hidup Presiden Habibie, dan juga karya serta jasa beliau bagi Indonesia, baik di bidang teknologi penerbangan dan juga politik.
Secara umum, buku ini memaparkan kisah hidup dan juga pencapaian Pak Habibie tidak secara periodik, tetapi berdasarkan tema. Dengan bahasa yang renyah dan mudah dipahami, buku ini menceritakan Pak Habibie dari berbagai sudut pandang, mulai dari beliau sebagai insinyur, sebagai pribadi, dan juga sebagai seorang negarawan.
Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa, Pak Habibie memiliki makanan favorit yang terbilang unik. Sebagai tokoh yang lahir di kota Parepare, Sulawesi Selatan, Pak Habibie sangat menyukai kue tradisional Bugis Makasar, seperti Barongko, Putu Pesse, dan Sanggara Bandang.
Barongko misalnya, merupakan kue tradisional Bugis yang terbuat dari pisang gepok dan sedikit campuran santan yang dicacah sampai lumat. Setelah itu, bahan tersebut dibungkus dan dikukus oleh daun kelapa muda dan siap dihidangkan, Ada juga beberapa variasi lain dari kue ini, seperti dicampur dengan buah nangka.
Makanan-makanan tradisional tersebut sudah dinikmati oleh Pak Habibie dari Beliau kecil, dan tetap digemari sampai Beliau menjadi pemimpin negeri. Tinggal selama lebih dari 20 tahun di Eropa ternyata tidak cukup untuk mengubah selera kuliner dari Presiden Indonesia ke-3 tersebut.
Tidak hanya mengenai makanan favorit yang sukar untuk ditemui, fakta menarik lain mengenai Pak Habibie yang diangkat oleh buku ini adalah, Beliau merupakan tokoh pertama yang menciptakan & mempopulerkan istilah “Imtak dan Iptek.” Istilah tersebut mungkin saat ini cukup akrab kita dengar, terutama kita yang aktif di lingkungan lembaga pendidikan yang religius. Imtak (Iman dan Takwa) dan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) merupakan hal yang tidakbisa dipisahkan dari sosok B. J. Habibie.
Pak Habibie memang dikenal bukan hanya seorang insyinur yang sangat handal, tetapi juga sosok yang sangat religius. Beliau pernah menyampaikan bahwa, Imtak dan Iptek merupakan dua unsur yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Imtak merupakan hal yang penting untuk menjaga kita agar tidak tersesat, dan iptek diperlukan untuk membawa kemajuan, kesejahteraan, dan perubahan yang positif.
Kecerdasan dan kegigihan seorang B. J. Habibie di bidang iptek tersebut membuat Beliau saat ini juga dikenal sebagai Mr. Crack. Mr. Crack sendiri merupakan julukan yang didapatkan oleh Pak Habibie berdasarkan salah satu karya terbesar Beliau di bidang teknik penerbangan, yakni menemukan teori yang dikenal sebagai teori keretakan (Crack Propagation Theory).
Salah satu ketakutan terbesar para insinyur dan teknisi penerbangan adalah adanya potensi keretakan dari pesawat yang mereka buat, yang tentunya akan sangat membahayakan para penumpang dan kru penerbangan yang menggunakan transportasi tersebut. Pada usia 32 tahun, Pak Habibie berhasil menghitung dan membangun teori untuk memecahkan masalah tersebut, yang tentunya telah berjasa besar dalam menyelamatkan banyak penumpang pesawat di seluruh dunia.
Atas prestasnya tersebut, pada tahun 1974, Pak Habibie diangkat sebagai Wakil Presiden dari perusahaan produsen kedirgantaraan asal Jerman, MBB Hamburg. Posisi tersebut merupakan posisi tertinggi yang bisa dicapai oleh warga negara asing non-Jerman di perusahaan tersebut, dan Pak Habibie menduduki posisi tersebut sampai Beliau kembali ke tanah air.
Setelah kembali ke tanah air dan menduduki berbagai jabatan tinggi di pemerintahan, pada tahun 1998, Pak Habibie akhirnya menjadi Wakil Presiden ke-7 Indonesia. Tetapi, pada tahun tersebut, Indonesia sedang mengalami masa pergolakan politik yang besar, yang didorong oleh berbagai faktor, salah satunya adalah krisis ekonomi.
Pergolakan politik tersebut akhirnya menyebabkan Presiden Suharto mengundurkan diri pada bulan Mei tahun 1998, dan digantikan oleh B. J. Habibie. Setelah dilantik menjadi presiden, Pak Habibie menunjukkan komitmen kuatnya terhadap proses demokratisasi di Indonesia melalui serangkaian reformasi dan juga kebijakan yang Beliau ambil seperti mengoreksi kesalahan di masa lalu, menolak dicalonkan kembali untuk masa pemerintaha selanjutnya, serta mempercepat jadwal pemilihan umum dan juga sidang umum Majels Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sebagai penutup, Presiden B. J. Habibie tidak diragukan lagi merupakan salah satu putra terbaik bangsa, yang sudah meninggalkan berbagai warisan dan jasa yang luar biasa bagi Indonesia dalam berbagai bidang, mulai dari kemajuan teknologi, hingga demokratisasi. Pribadi Beliau yang sederhana, religius, pekerja keras, dan berintegritas tinggi tentu merupakan hal yang sangat penting untuk kita pelajari dan dijadikan sebagai panutan.
Melalui buku karya Makmur Makka ini, semoga bisa menginspirasi kita semua untuk sentiasa berani untuk belajar dan menimba ilmu setinggi-tingginya. Semoga, Indonesia kelak bisa melahirkan banyak Habibie-Habibie selanjutnya di masa yang akan datang.
Buku “Habibie: Totalitas Sang Teknosof” karya Makmur Makka ini bisa diakses dan didapatkan melalui PerpusKita melalui tautan berikut ini.