Secerdas Apa Anak Kita?

Setiap orang mungkin memiliki definisi yang berbeda-beda tentang kata cerdas. Ada yang mengartikan cerdas sebagai kemampuan dalam memahami dan menguasai sejumlah mata pelajaran, ada juga yang meyakini bahwa kecerdasan berkaitan erat dengan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Sedangkan sebagian lainnya mungkin mengasosiasikan kata cerdas dengan keterampilan dalam bidang tertentu.

Cerdas adalah kosakata yang lekat sekali dengan pendidikan. Kebanyakan dari kita bahkan meyakini bahwa tujuan dari menempuh pendidikan adalah untuk meraih dan meningkatkan kecerdasan. Berbicara tentang kecerdasan, erat pula kaitannya dengan salah satu organ vital dalam tubuh kita, yaitu otak.

Tuhan telah mengaruniai kita dengan otak yang demikian hebat. Organ yang luar biasa ini telah menjadi misteri yang terus-menerus diteliti oleh para ahli. Mulai dari bagaimana cara otak bekerja, bagaimana kecerdasan bisa dilahirkan dari sana, bagaimana organ ini menjadi pengatur kerja organ dan bagian tubuh lainnya. Bahkan bagaimana cara otak memberikan peran dalam tumbuh kembang manusia dalam membentuk watak, karakter, dan kepribadian seseorang pun menjadi bahasan yang tidak pernah selesai.

Sudah banyak para ahli yang meneliti tentang otak. Namun, ada tiga teori pembagian otak yang paling terkenal dan kita akan membahasnya lebih lanjut. Yaitu, the triune brain oleh Paul D. MacLean, dua belahan otak oleh Roger Sperry, dan empat kuadran otak oleh Ned Hermann.

The Triune Brain

Paul MacLean menyatakan bahwa otak manusia mempunyai tiga bagian dasar, yaitu: batang otak atau otak reptil, sistem limbik atau otak mamalia, dan neokorteks. Ketiganya disebut sebagai triune brain atau satu kepala dengan tiga macam otak dengan fungsinya masing-masing.

Batang otak atau otak reptil letaknya berada di dekat tengkuk. Bagian otak ini adalah pusat perilaku inderawi dan naluri untuk mempertahankan diri. Bentuk tindakan yang dihasilkan ketika otak reptil bekerja umumnya adalah perlawanan, menghindari bahaya atau kabur. Karena bagian otak ini bekerja ketika dalam keadaan tertekan atau menghadapi bahaya, tentu bisa dibayangkan bagaimana ketika seorang anak belajar dengan cara yang sama. Pembelajaran dalam keadaan penuh tekanan, tuntutan-tuntutan yang menakutkan, dan lain-lain akan menghasilkan tindakan perlawanan, ketakutan atau menghindar. Satu hal penting lainnya yang perlu kita ketahui adalah bahwa hasil kerja otak reptil ini juga bersifat sementara. Jadi, dengan cara belajar seperti di atas, maka hasil yang didapatkan pun akan usai begitu kondisi berubah.

Baca Juga:  5 Metode Mengajar yang Bikin Happy

Limbik dikenal juga sebagai otak mamalia atau otak emosi. Jika anak mengalami pengalaman belajar yang positif dan menyenangkan, maka sistem limbik ini akan aktif. Proses belajar juga bisa berlangsung menjadi penuh semangat dan kreatif, sehingga hasilnya bertahan menjadi lebih panjang.

Neokorteks disebut juga otak berpikir, otak kreatif, atau otak belajar. Bagian otak ini memiliki peran untuk menciptakan solusi, merenungkan, berpikir rasional, dan lain-lain. Neokorteks tidak bisa bekerja di bawah tekanan dan dapat bekerja lebih maksimal dalam keadaan tenang. Tentunya ketiga bagian otak ini saling berhubungan dan saling memperkuat. Proses belajar pun bisa menjadi lebih optimal jika ketiga bagian otak ini dilibatkan.

Otak Kiri dan Otak Kanan

Pada tahun 1960, Roger Sperry membedakan neokorteks menjadi dua bagian, yaitu otak kiri dan otak kanan. Menurut Sperry, kedua belah otak ini memiliki fungsi yang berbeda walaupun keduanya sama-sama bekerja ketika kita tengah berpikir. Untuk memaksimalkan, tentu kita perlu melatih keduanya.

Otak kiri berfungsi untuk mengolah hal-hal yang bersifat akademis. Belahan otak ini bekerja untuk menganalisis, mempelajari matematika, bahasa, kata-kata, kenyataan, logika, dan lain sebagainya. Sedangkan belahan otak kanan bekerja untuk hal-hal yang bersifat kreativitas, contohnya adalah intuisi, seni keterampilan, irama, ritme, perasaan, imajinasi, dan lain-lain.

Yang perlu kita ketahui, kurikulum sekolah di Indonesia cenderung hanya menekankan pembelajaran pada otak kiri. Padahal daya kreasi dan imajinasi juga perlu dilatih untuk membuat anak-anak menjadi kreatif dan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang baik.

Empat Kuadran Otak

Penelitian ini membagi otak menjadi belahan otak kiri, sistem limbik kiri, sistem limbik kanan, dan belahan otak kanan. Fungsi dari empat kuadran ini kurang lebih sama seperti penjabaran sebelumnya. Hal yang perlu tenaga pendidik dan orang tua pahami adalah bagaimana menyeimbangkan dan memaksimalkan fungsinya masing-masing. Tidak perlu menjejalkan terlalu banyak beban pada anak-anak, sebab otak mereka bukanlah wadah kosong yang perlu diisi. Otak begitu canggih dan kompleks untuk mampu mengolah sejumlah data melalui pengalaman. Tentunya pembelajaran yang kreatif akan melibatkan lebih banyak bagian otak, alih-alih salah satunya saja.

Baca Juga:  Langkah Menyukseskan Kurikulum Merdeka Belajar

Jadi, seberapa cerdas anak kita? Apakah pemahaman tentang kecerdasan yang Anda yakini selama ini mulai berubah? Apakah standar cerdas yang Anda tetapkan perlu Anda tinjau kembali? Cerdas tak bisa diukur hanya dari keterampilan tertentu. Cerdas adalah suatu pendekatan yang relevan pada setiap pribadi dan kompleksitas akan daya pikir dan kreasi mereka. Daya pikir dan kreasi tidak melulu tentang sebuah produk berwujud yang bisa digunakan. Melainkan, bisa juga dalam bentuk keterampilan lain seperti kemampuan literasi, pemecahan masalah, kemampuan negosiasi, berpikir kritis, dan yang lainnya.

Dengan pemahaman baru ini, penting juga bagi tenaga pendidik dan orang tua untuk memberikan fasilitas belajar yang bisa mengakomodir kecerdasan anak. Sehingga pendidik dan orang tua tidak terlalu terpaku pada nilai-nilai di rapor, beban akademik, dan tuntutan kurikulum yang bisa saja justru mematikan kreativitas dan daya pikir anak. Sederhananya, siapkah kita membuat pilihan dan perubahan melalui pemahaman baru yang kita miliki?

Bagikan artikel ini

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tentang Penulis